Deminar "Kenali dan Cegah Kekerasan Seksual pada Anak" di Depok, Sabtu (28/11/2015) (Foto: Fitri/Depok News)

Depok News–Kasus kekerasan seksual terhadap anak membuka mata orangtua untuk semakin memberikan proteksi sejak dini. Pendidikan seks sepatutnya disesuaikan dengan usia anak.
Anak-anak dan remaja rentan terhadap informasi yang salah mengenai seks. Mereka akan termakan mitos-mitos tentang seks yang tidak benarh. Kini, semakin mudahnya akses terhadap pornografi dan perilaku seks menyimpang lewat berbagai media. Inilah pentingnya anak mendapatkan pendidikan seks.
“Informasi tentang seks sebaiknya didapatkan langsung dari orangtua dengan pemahaman yang benar,” kata psikolog Dewi Yulia dari Yayasan Kita dan Buah Hati (YKBH) pada pada seminar “Kenali dan Cegah Kekerasan Seksual pada Anak” di Depok, baru-baru ini.
Dewi membeberkan perbedaan seks dan seksualitas. Seks adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan alat kelamin sedangkan seksualitas adalah totalitas kepribadian tentang apa yang Anda rasakan, pikirkan, dan lakukan (tampilan, gaya, dan lain-lain). Seksualitas juga bagaimana Anda berbudaya, bersosial, dan menunjukkan siapa diri Anda.
Selanjutnya, pendidikan seks untuk usia 0-5 tahun diawali dengan edukasi berharganya tubuh anak. Untuk itu, dia harus menjaga dan memelihara dirinya dengan baik.
“Ajarkan anak untuk merasa dan berani mengatakan, ‘Ini badanku, punyaku!’. Katakan pada anak, ‘Jangan lupa ya sayang, badanmu sangat penting. Jadi tidak sembarangan orang boleh pegang atau elus-elus badanmu ya’,” tambahnya.
Di usia 5-7 tahun, kenalkan kepada anak tentang perbedaan orang asing, kenalan, teman, kerabat, sahabat, dan muhrim bagi kalangan Muslim. Ajarkan anak untuk mempercayai perasaannya akan perlakuan orang lain terhadapnya, apakah menyenangkan, membingungkan, atau menakutkan. Dorong anak untuk bersikap tegas pada orang lain bila ia merasa perlu melindungi dan menjaga dirinya.
“Yakinkan anak untuk bisa berbagi rahasia dengan kita, kakek-nenek, ataupun guru,” tandasnya.
Ajarkan juga anak untuk mandiri saat membersihkan diri (mandi, istinja, dan lain-lain), berpakaian, dan tidur sehingga tidak membuka peluang orang lain melecehkannya. Berpakaian yang menutup bagian paha dan sekitarnya, tidak bermain jauh dari rumah, tidak mudah percaya dengan orang asing.
Persiapkan remaja untuk menghadapi perubahan hormonal dan menyeleksi pergaulan dengan lawan jenis. Edukasi juga terkait kelainan dan penyakit seksual, perkawinan, adab menahan diri, dan sebagainya. Di usia 13-16, orangtua harus membuka komunikasi lebih intensif kepada anak. Tanyakan ulang kapan pertama kali melihat pornografi, siapa yang memperkenalkan, tanyakan apa yang dia rasakan, apa yang dia lakukan setelah itu, seberapa sering melihat pornografi, punya pacar atau tidak, berapa lama pacaran, apa saja yang dilakukan saat pacaran, dan sebagainya.
“Dunia sudah berubah. Anda harus menggalang kerjasama dengan pasangan, guru, pengasuh anak, anggota keluarga, pekerja di rumah, dan lingkungan sekitar
Kerjasama dengan pasangan sangat penting. Diah mengungkapkan dampak kurangnya peran ayah dalam pendidikan seks; pada anak laki-laki kemungkinan menjadi nakal, agresif, ataupun bergelut dengan narkoba dan seks bebas sedangkan terhadap anak perempuan berpotensi menyebabkan depresi dan seks bebas. “Setelah semua ikhtiar kita lakukan, selanjutnya adalah berdoa dan pasrah. Semoga Tuhan melindungi anak dan keturunan kita dari bencana,” tutupnya. (fyu)